Dongeng Sebelum Tidur: Cerpen Singkat Misteri Bubuk Ranginang By Holidincom
Pada tahun 90an (sembilan puluhan) sebelum masehi, di sebuah kampung terpencil dekat cadas pangeran, legenda mengerikan beredar tentang bubuk ranginang.
Cerita dimulai pada malam jum'at kliwon yang kelam di Bulan Ramadhan. Kala itu, angin bertiup sepoi-sepoi, membelai ratusan daun pohon pisang, hingga akhirnya membawa aroma harum bubuk ranginang yang berasal dari sebuah warung usang tak berpenghuni.
Singkat cerita, sudah menjadi cemilan sehari-hari, kalau warga setempat seringkali memperingatkan agar supaya jangan pernah mengambil bubuk ranginang yang masih tersimpan di dalam kaleng khong guan setelah penutupan warung puluhan tahun yang lalu.
Karena konon, arwah gentayangan pemilik warung yang meninggal secara tragis itu masih bersemayam di dalam warung, dan ia melindungi segenap sisa bubuk ranginang tersebut.
Suatu malam, seorang paratidaknormal pemberani bernama Mandragade, merasa tertantang untuk membuktikan bahwa kisah itu hanyalah 'cerita sampah' yang tak berdasar pada analisa dan logika.
Hingga pada akhirnya, dengan langkah hati-hati ia menyelinap dan masuk ke warung legendaris itu di tengah malam yang hujan.
Sesampainya di dalam, suara langkah kaki yang mengikutinya terdengar begitu samar, dan hawa dingin mulai melingkupi ruangan usang nan berdebu itu.
Dengan langkah perlahan, Mandra mulai menuju meja di mana sisa bubuk ranginang tersebut berserakan. Dan tanpa ragu, segera mengambilnya.
Namun, seketika itu juga, suasana malam di sekitar tempat tersebut berubah drastis. Suara nyanyian burung sirit uncuing mulai terdengar, WhatsApp gak bisa dibuka, cahaya bulan purnama yang menyinari warung itu tiba-tiba redup, blék kurupuk berjatuhan, buku komik tatang s beterbangan, sisa nasi goreng berhamburan, dan lampu patromak di sudut ruangan menyala dengan sendirinya selama beberapa detik.
Mandra pun merasa jika sebuah kehadiran gaib mulai mengitari dirinya. Dari balik kegelapan, terdengar suara lembut yang sepertinya milik jin qorin yang menyerupai sang pemilik warung:
"Mengapa kau ambil bubuk ranginangku, Mandra? Apa kamu téh sudah tidak kebeli, sebungkus ranginang yang masih utuh, hah?"
Tak bisa berkata-kata, Mandra menahan ketakutan dan keinginannya untuk kencing. Makhluk astral tak kasat mata itu muncul dalam bayangan samar di depannya, wajahnya yang tanpa bola mata serta tertutupi rambut dan bayangan, membuatnya terlihat semakin menakutkan.
"Pergilah, wahai engkau manusia primitif! Dan beritahukan kepada seluruh warga kampung: jangan ganggu keangkeran warungku lagi," ucap kuntilanak itu seraya menghilang ke dalam bayangan.
Mandra melarikan diri dengan nafas tersengal-sengal. Dan besoknya, setelah sholat subuh empat rakaat (+ shalat sunah rawatib 2 rakaat), Mandragade pun bercerita, membagikan semua pengalaman anehnya itu kepada para penduduk kampung yang saat itu kebetulan sedang mengikuti kajian Ustadz Prof. H. Abdul Somad, Lc., D.E.S.A., Ph.D..
Akhir kisah, warung mak nyak itu tetap sepi dan menjadi peringatan bagi siapa pun yang ingin mengungkap rahasia dan mencoba-coba mengadopsi bubuk ranginang tersebut tanpa seizin dari sang pemilik.
Ibu bapak, dan para pemirsa sekalian yang saya hormati. Dari kisah bubuk ranginang ini, kita bisa mengambil pelajaran bahwasanya tak semua hal kecil yang terlihat remeh bisa disepelekan, diabaikan, dan diperlakukan sesuka hati, terutama ketika hal itu ada hubungannya dengan dunia mistis.
Demikianlah, kisah nyata ini saya tulis satu jam setengah selepas azan dzuhur berkumandang, atau lebih tepatnya setelah menikmati bubur kacang dan semangkuk mie instan pake telor di rumah nenek pada saat hujan.