Filosofi Nasi Goreng yang Jarang Muncul ke Permukaan
Namun pada kesempatan kali ini, saya ingin berbagi pada sobat-sobat semua tentang 5 filosofi nasi goreng yang jarang sekali muncul ke permukaan.
Oleh karena itu, mari sejenak kita lupakan kopi yang wanginya bisa menjadi terapi dan filosofinya sudah menjamur ke seluruh dunia.
nasi goreng |
Berawal dari orang-orang tionghoa yang tak biasa membuang nasi sisa makan pagi atau malam, akhirnya setiap ada makanan yang tersisa, mereka memutuskan untuk menggorengnya.
Dengan tujuan supaya makanan tersebut tidak dibuang namun tetap bisa dimakan dan enak serta hangat saat dikonsumsi.
Selain pantang membuang makanan yang tersisa, sebagian orang tionghoa juga tak suka mengkonsumsi makanan yang sudah dingin.
Kemudian dari situ munculah sebuah kebiasaan menggoreng nasi dengan menambahkan beberapa bumbu seadanya.
Memiliki watak berdagang yang sangat kuat, membuat orang-orang tionghoa berdatangan ke beberapa negara dengan tujuan berdagang pastinya, dan kemudian mereka menetap di negara tersebut.
Meski sudah tak lagi tinggal di negaranya sendiri, namun kebiasaan menggoreng nasi sisa makan pagi atau malam tetap dilakukan. Hingga akhirnya, kebiasaan seperti itu lambat laun menular dan diikuti oleh warga pribumi setempat.
Seiring berjalannya waktu, tradisi serta bumbu-bumbu khas dari masyarakat lokal pun perlahan mempengaruhi cara pembuatan dan penyajian nasi goreng tersebut.
Tapi meskipun demikian, tradisi yang ada dan bumbu-bumbu yang digunakan oleh masyarakat-masyarakat lokal, tetap mempertahankan dan tidak menghilangkan marwah dari nasi goreng itu sendiri.
Jadi hal yang sangat wajar jika saat ini kita akan menemukan dan merasakan perbedaan dalam persamaan di dalam sepiring nasi goreng.
Maksudnya?
Ya meskipun sama-sama nasi goreng, dan dibuat dengan bahan-bahan yang sama, tapi di dalamnya akan selalu ada perbedaan rasa antara nasi goreng buatan A dengan nasi goreng buatan B.
Hal itu bisa terjadi karena setiap orang memiliki cara yang berbeda-beda dalam meracik bahan-bahan untuk membuat sebuah nasi goreng, tergantung dari ilmu dan pengetahuannya masing-masing di dunia nasi goreng.
Jadi intinya, “sesuatu yang sangat berharga, bisa menjadi sampah jika berada di tangan orang yang kurang tepat. Begitupun sebaliknya, sampah bisa menjadi sesuatu yang sangat berharga jika berada di tangan orang-orang yang memiliki ilmu dan pengetahuan yang mumpuni” ― holidincom
Sesuai judul, selain ada banyak sekali jenis nasi goreng yang bisa kita temui pada saat ini, seperti;
Dengan tujuan supaya makanan tersebut tidak dibuang namun tetap bisa dimakan dan enak serta hangat saat dikonsumsi.
Selain pantang membuang makanan yang tersisa, sebagian orang tionghoa juga tak suka mengkonsumsi makanan yang sudah dingin.
Kemudian dari situ munculah sebuah kebiasaan menggoreng nasi dengan menambahkan beberapa bumbu seadanya.
Memiliki watak berdagang yang sangat kuat, membuat orang-orang tionghoa berdatangan ke beberapa negara dengan tujuan berdagang pastinya, dan kemudian mereka menetap di negara tersebut.
Meski sudah tak lagi tinggal di negaranya sendiri, namun kebiasaan menggoreng nasi sisa makan pagi atau malam tetap dilakukan. Hingga akhirnya, kebiasaan seperti itu lambat laun menular dan diikuti oleh warga pribumi setempat.
Seiring berjalannya waktu, tradisi serta bumbu-bumbu khas dari masyarakat lokal pun perlahan mempengaruhi cara pembuatan dan penyajian nasi goreng tersebut.
Tapi meskipun demikian, tradisi yang ada dan bumbu-bumbu yang digunakan oleh masyarakat-masyarakat lokal, tetap mempertahankan dan tidak menghilangkan marwah dari nasi goreng itu sendiri.
Jadi hal yang sangat wajar jika saat ini kita akan menemukan dan merasakan perbedaan dalam persamaan di dalam sepiring nasi goreng.
Maksudnya?
Ya meskipun sama-sama nasi goreng, dan dibuat dengan bahan-bahan yang sama, tapi di dalamnya akan selalu ada perbedaan rasa antara nasi goreng buatan A dengan nasi goreng buatan B.
Hal itu bisa terjadi karena setiap orang memiliki cara yang berbeda-beda dalam meracik bahan-bahan untuk membuat sebuah nasi goreng, tergantung dari ilmu dan pengetahuannya masing-masing di dunia nasi goreng.
Jadi intinya, “sesuatu yang sangat berharga, bisa menjadi sampah jika berada di tangan orang yang kurang tepat. Begitupun sebaliknya, sampah bisa menjadi sesuatu yang sangat berharga jika berada di tangan orang-orang yang memiliki ilmu dan pengetahuan yang mumpuni” ― holidincom
Sesuai judul, selain ada banyak sekali jenis nasi goreng yang bisa kita temui pada saat ini, seperti;
Nasi goreng kambing, nasi goreng babat, nasi goreng jawa, nasi goreng pete, nasi goreng kampung, nasi goreng gila, nasi goreng tradisional, nasi goreng kaki lima, nasi goreng pedas, nasi goreng mafia, nasi goreng bandung, nasi goreng bistik, nasi goreng mas Yono, nasi goreng angkrek, nasi goreng ortega, nasi goreng terdekat, dan nasi goreng pasundan, nasi goreng juga memiliki banyak filosofi.
Tapi di sini saya hanya akan menuliskan 5 filosofi saja. Dan inilah 5 filosofi nasi goreng yang sangat jarang sekali muncul ke permukaan.
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, bahwa asal mula nasi goreng itu berawal dari nasi sisa yang tidak habis yang kemudian digoreng kembali supaya tidak dibuang.
Coba renungkan! Jika seandainya saja pada waktu itu nasi yang masih tersisa tersebut dibuang, mungkin hari ini kita semua tidak akan menemukan yang namanya nasi goreng.
Namun karena masih ada rasa bersyukur atas apa yang sudah diberikan, akhirnya sekarang kita semua bisa merasakan keistimewaan dan nikmatnya berbagai macam nasi goreng dengan berbagai rasa.
Jadi di dalam nasi goreng yang sering kita nikmati ini, ada pelajaran yang bisa kita ambil, yakni bersyukur.
Di dalam sepiring nasi goreng yang istimewa dan spesial, kita pasti akan melihat berbagai macam sayuran pelengkap bersatu padu dalam 1 piring.
Tak hanya itu, kita pun akan merasakan cita rasa yang mantap hasil dari campuran berbagai macam bumbu yang sudah diolah sedemikian rupa.
Itu artinya, ketika proses pembuatan nasi goreng, ada keanekaragaman yang disatukan dan berbaur menjadi satu kesatuan di dalamnya.
Jadi, keanekaragaman atau keberagaman yang bersatu bisa membuat sesuatu menjadi lebih indah, spesial, dan istimewa.
Coba kita bayangkan, nasi goreng yang dibuat alakadarnya, hanya dengan 1 jenis bumbu seperti garam saja serta tanpa tambahan bermacam-macam sayuran pelengkap lainnya, sudah pasti hasilnya akan biasa saja dan tentu sangat jauh dari kata mantap, spesial, dan istimewa.
Begitu juga dalam suatu negara, adanya perbedaan dan bersatunya keanekaragaman yang ada akan membuat negara menjadi semakin istimewa dan dihargai oleh negara-negara lain.
Selain itu, seperti yang sering kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari, bahwa dari Sabang sampai Merauke, dari Timor sampai ke Talaud, dan bahkan di beberapa negara, nasi goreng merupakan makanan yang paling diminati oleh banyak orang.
Jadi jelas, jika fakta tersebut membuktikan bahwa, tidak ada satu orang pun di dunia ini yang membenci nasi goreng (mudah-mudahan). Dan itu berarti, nasi goreng sangat disukai oleh semua orang.
Baik itu oleh kalangan gembel, setengah gembel, miskin, setengah miskin, cukup, lebih dari cukup, sederhana, biasa saja, lumayan kaya, maupun oleh golongan kaya raya dan konglomerat.
Dengan disukainya oleh banyak orang, tentu saja hal itu akan membuat nasi goreng sendiri memiliki banyak pelanggan, mudah dikenal, dan bisa diterima di mana-mana dalam berbagai keadaan apapun.
Mungkin sampai sini, pertanyaan yang akan muncul di benak kita semua adalah "Apakah dari kalangan jin atau makhluk astral tak kasat mata seperti kuntilanak, sundel bolong suketi, pocong mumun, eyang semar, mak lampir, genderuwo, wewegombel dan nyi roro kidul juga menyukai nasi goreng terdekat, nasi goreng mawut, nasi goreng mafia, nasi goreng enak di Bandung, nasi goreng bistik, nasi goreng Bandung, nasi goreng bistik sawah kurung, dan nasi goreng dago?"