Mitos Fakta Menstruasi adalah Darah Kotor, Ini Penjelasan Medis yang Sering Disalahpahami

Masih banyak banget orang yang sampai sekarang percaya kalau menstruasi itu adalah “darah kotor”. Kalimat ini kayak warisan turun-temurun yang entah asalnya dari mana, tapi terus diulang-ulang sampai dianggap kebenaran mutlak. 

Padahal, kalau dipikir-pikir pakai logika sederhana aja, masa iya tubuh manusia tiap bulan buang “darah kotor” terus tetap sehat? Kedengarannya aja udah agak absurd. 

Tapi ya begitulah, mitos ini terlanjur hidup di masyarakat, bahkan kadang bikin perempuan yang lagi menstruasi jadi merasa jijik sama tubuhnya sendiri. 

Padahal, menstruasi itu proses biologis normal, bukan tanda tubuh lagi “membersihkan racun” atau semacamnya. 

Secara medis, menstruasi itu terjadi karena lapisan dinding rahim (endometrium) yang sebelumnya disiapkan buat kehamilan jadi luruh karena tidak ada pembuahan. 

Jadi yang keluar itu bukan cuma darah, tapi campuran dari jaringan dinding rahim, lendir, dan darah biasa. Darahnya ya darah biasa, bukan darah beracun, bukan darah kotor, bukan juga sisa-sisa dosa masa lalu. 

Tubuh perempuan itu pinter, dia cuma menjalankan sistem yang memang sudah diatur secara alami. Kalau menstruasi itu darah kotor, logikanya setiap perempuan yang haid harusnya keracunan dulu sebelum darahnya keluar. 

Mitos “darah kotor” ini sayangnya sering bikin efek domino ke mana-mana. Mulai dari larangan-larangan aneh seperti nggak boleh keramas, nggak boleh keluar rumah, nggak boleh masak, bahkan sampai dianggap najis dan harus dijauhi. 

Padahal yang sebenarnya dibutuhkan perempuan saat menstruasi itu bukan dijauhi, tapi dimengerti. Tubuh lagi capek, hormon lagi naik-turun, emosi kadang roller coaster, dan masih harus berhadapan sama stigma sosial. Kebayang nggak sih capeknya dobel? Fisik iya, mental juga iya. 

Kalau dilihat dari sisi kesehatan, darah menstruasi itu sama sekali nggak lebih “kotor” dari darah yang keluar saat kita luka kena pisau. 

Bedanya cuma satu: asalnya. Yang satu dari pembuluh darah biasa, yang satu dari luruhan dinding rahim. Soal bau? Itu pun bukan karena “kotor”, tapi karena darah yang keluar bereaksi dengan udara dan bakteri alami di area vagina. 

Sama kayak keringat yang bisa bau kalau lama nempel di kulit. Solusinya bukan menghakimi, tapi jaga kebersihan dengan cara yang benar, pakai pembalut bersih, ganti secara rutin, dan selesai perkara. 

Yang bikin miris, mitos ini sering banget ditanamkan sejak kecil. Anak perempuan tumbuh dengan rasa malu terhadap tubuhnya sendiri. 

Menstruasi dianggap aib, harus disembunyikan, nggak boleh dibahas terang-terangan. Padahal ini proses alamiah yang dialami hampir setengah populasi dunia. 

Bayangin kalau hal senormal ini terus-menerus dicap negatif, dampaknya ke kepercayaan diri bisa panjang banget. 

Dari remaja sampai dewasa, banyak perempuan yang akhirnya nggak nyaman ngomongin kesehatan reproduksi karena takut dihakimi. 

Jadi kalau ditanya, mitos atau fakta menstruasi adalah darah kotor? Jawabannya jelas: mitos besar yang kebangetan awetnya. 

Menstruasi itu bukan hukuman, bukan tanda tubuh kotor, dan bukan sesuatu yang harus ditakuti atau dijijikkan. Itu cuma cara tubuh bilang, “siklus bulan ini selesai, kita siap mulai lagi.” 

Sudah saatnya narasi lama ini dipatahkan pelan-pelan, diganti dengan pemahaman yang lebih waras, lebih manusiawi, dan pastinya lebih ramah ke perempuan. Karena tubuh perempuan nggak pernah salah—yang sering salah itu cara kita memahaminya.