Peran Perempuan di Bidang STEM Ngegas Terus, Buktikan Diri!
Perempuan di bidang STEM itu ibarat bumbu di masakan—nggak cuma bikin semuanya lebih berwarna, tapi juga bikin hasilnya makin ciamik.
Coba bayangin, dunia sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM) tanpa sentuhan perempuan? Kayaknya bakal hambar banget, ya!
Nah, di postingan ini, kita bakal ngulik habis-habisan soal peran perempuan di STEM, dari sejarahnya, tantangannya, sampe kontribusi kece mereka yang bikin dunia takjub.
Perempuan STEM Bukan Barang Baru
Jangan salah, perempuan udah lama banget main di ranah STEM, meski sering kali nggak dapet spotlight. Misalnya, lo pernah denger Ada Lovelace? Cewek ini dianggap sebagai programmer pertama di dunia, bro!
Di abad ke-19, dia nulis algoritma buat mesin analitiknya Charles Babbage—bayangin, zaman itu komputer aja belum lahir, tapi dia udah mikirin kode.
Atau Marie Curie, yang nggak cuma jadi ilmuwan perempuan pertama yang menang Nobel, tapi juga bikin terobosan di bidang radioaktivitas. Dua Nobel dia sikat, bro, satu di Fisika, satu di Kimia—nggak main-main!
Terus, di era Perang Dunia II, perempuan juga jadi “human computer” buat ngitung trajektori peluru atau ngebantu proyek rahasia kayak Manhattan Project.
Nama kayak Katherine Johnson, yang bantu NASA ngirim manusia ke luar angkasa, juga nggak boleh dilupain. Jadi, perempuan di STEM itu bukan pendatang baru—mereka udah jadi bagian dari sejarahnya, cuma sering dikirain “pemain sampingan” doang.
Jalan Masih Terjal, Tapi Bisa Dilewatin!
Tapi, jujur aja, perjalanan perempuan di STEM nggak selalu mulus. Banyak banget rintangan yang mereka hadepin, dari stereotip sampe diskriminasi.
Misalnya, ada anggapan kuno bahwa “cewek nggak cocok ngitung” atau “teknologi itu dunia cowok”. Padahal, otak manusia itu nggak punya gender, kan?
Tapi stereotip ini bikin banyak cewek ragu buat nyemplung ke STEM. Data juga bilang gitu. Di banyak negara, jumlah perempuan di jurusan STEM masih kalah jauh dibanding cowok.
Di Indonesia sendiri, meski jumlah mahasiswi STEM lumayan, tapi yang bener-bener lanjut ke karir di bidang ini sering drop out gara-gara tekanan sosial, kayak “udah nikah, ngurus anak aja” atau “kerjaan ini keras, nggak cocok buat cewek”.
Belum lagi soal gap gaji—di beberapa tempat, perempuan di STEM dibayar lebih rendah dibanding rekan cowoknya, padahal kerjaannya sama-sama bikin otak ngebul.
Oh iya, ada juga isu “boys club” di dunia STEM. Kadang, lingkungan kerja atau komunitasnya didominasi cowok, jadi perempuan suka ngerasa nggak diterima atau dikucilkan.
Belum lagi kalau ada pelecehan atau perlakuan nggak adil—ini bikin banyak perempuan mikir dua kali buat stay di bidang ini.
Kontribusi Gila Perempuan di STEM
Tapi, meski tantangannya segunung, perempuan nggak cuma bertahan—mereka bikin gebrakan! Banyak banget kontribusi perempuan di STEM yang bikin kita semua takjub.
Contohnya, Hedy Lamarr—selain jadi aktris Hollywood, dia juga penemu teknologi yang jadi cikal bakal Wi-Fi dan Bluetooth. Bayangin, bro, tanpa dia, mungkin kita masih ribet pake kabel buat internetan.
Di zaman sekarang, nama kayak Whitney Wolfe Herd, pendiri Bumble, yang bikin gebrakan di dunia startup teknologi dengan ngasih kuasa ke perempuan buat ambil langkah pertama di dating app.
Di Indonesia, kita juga punya banyak perempuan hebat di STEM. Misalnya, Prof. Dr. Tri Mumpuni, yang fokus ke energi terbarukan dan bantu desa-desa terpencil punya listrik dari tenaga surya.
Atau Dr. Pratiwi Sudarmono, astronot pertama Indonesia yang siap terbang ke luar angkasa (meski misinya batal karena faktor politik). Mereka ini bukti bahwa perempuan nggak cuma bisa ikut main, tapi juga jadi game changer.
Perempuan di STEM Penting Banget
Lo mungkin nanya, “Emang kenapa sih harus ngotot ngajak perempuan ke STEM?” Jawabannya simpel: diversity itu bikin dunia lebih cerdas! Penelitian bilang, tim yang beragam gender-nya cenderung lebih kreatif dan inovatif.
Perempuan bawa perspektif baru, cara mikir yang beda, dan sering kali lebih detail-oriented—ini semua bikin proyek STEM jadi lebih solid.
Terus, dunia lagi butuh banget solusi buat masalah gede kayak perubahan iklim, kesehatan global, sampe teknologi masa depan.
Kalau cuma cowok yang main, kita kehilangan setengah populasi yang bisa nyumbang ide. Bayangin kalau penyakit kayak kanker payudara cuma diteliti dari sudut pandang cowok—bisa-bisa solusinya nggak pas buat yang beneran ngalamin.
Plus, perempuan di STEM jadi role model buat generasi berikutnya. Kalau anak-anak cewek liat ada yang sukses jadi insinyur, programmer, atau ilmuwan, mereka bakal mikir, “Gue juga bisa!” Ini efek domino yang bikin dunia STEM makin inklusif.
Perempuan Makin Gaspol di STEM
Buat ngedorong perempuan di STEM, semua pihak harus gerak bareng. Pertama, dari kecil, anak cewek harus diajak main robot, coding, atau eksperimen sains—jangan cuma dikasih boneka doang.
Sekolah juga harus punya guru yang ngasih semangat, nggak malah bilang “ini susah, mending ambil jurusan lain”.
Di kampus atau tempat kerja, butuh program mentorship buat perempuan, biar mereka punya support system.
Perusahaan juga harus bikin lingkungan yang ramah—contohnya, kasih cuti melahirkan yang layak atau fasilitas daycare, biar perempuan nggak harus pilih antara karir sama keluarga.
Pemerintah juga bisa bantu lewat beasiswa khusus perempuan di STEM atau kampanye yang ngubah mindset masyarakat.
Dan yang paling penting, kita semua—cowok, cewek, tua, muda—harus dukung perempuan buat ngejar passion-nya di STEM tanpa takut di-judge.
Perempuan di STEM = Masa Depan yang Lebih Keren
Intinya, perempuan di STEM itu nggak cuma soal kesetaraan, tapi soal bikin dunia jadi lebih baik. Mereka udah buktiin berkali-kali bahwa mereka bisa ngasih kontribusi gede, dari penemuan teknologi sampe solusi buat masalah global.
Tantangannya emang masih ada, tapi dengan dukungan yang tepat, perempuan bakal terus ngegas dan bikin STEM jadi ranah yang nggak cuma didominasi satu gender.
Jadi, buat lo yang cewek dan lagi mikir buat terjun ke STEM, jangan ragu, yah! Dunia butuh otak lo, ide lo, dan keberanian lo.
Dan buat kita semua, hayu ah urang dararukung perempuan di sekitar kita biar mereka bisa terbang tinggi di bidang ini. Perempuan di STEM bukan cuma pelengkap—mereka bisa jadi bintang utamanya! #Postingan Lainnya