Pemilu, Ritual Terkutuk yang Membayangi Demokrasi By Holidincom
Pemilu atau pemilihan umum sering dianggap sebagai pilar demokrasi yang kokoh, namun pandangan ini tidak luput dari kritik. Beberapa kalangan dari kaum underground berpendapat bahwa pemilu sebenarnya adalah sebuah ritual yang terkutuk.
Salah satu argumen utama yang mendukung pernyataan ini adalah maraknya uang politik dalam pemilu.
Praktik korupsi, suap, dan penggunaan dana yang tidak transparan menjadi bagian dari proses politik, merusak integritas dan tujuan sejati demokrasi.
Sebaliknya, pemilu yang seharusnya mencerminkan suara rakyat malah menjadi ajang pertarungan finansial. Selain itu, polarisasi politik yang semakin tajam juga menjadi perhatian serius.
Pemilu yang seharusnya mempersatukan masyarakat malah menjadi alat pemecah belah, dengan narasi-narasi ekstrem yang sering digunakan untuk memenangkan dukungan.
Ini menciptakan divisi yang mendalam dan melemahkan esensi demokrasi yang seharusnya inklusif dan berpihak pada kepentingan bersama.
Aspek lain yang mencirikan "ritual terkutuk" ini adalah manipulasi opini publik melalui media sosial dan propaganda.
Informasi yang tidak valid dan disinformasi merajalela, mempengaruhi persepsi pemilih dan merusak kepercayaan pada proses demokratis.
Dengan melihat semua itu, muncul pertanyaan kritis: apakah pemilu benar-benar mencerminkan kehendak rakyat atau hanyalah sandiwara politik yang terus berlanjut?
Apakah demokrasi sesungguhnya dihormati, ataukah pemilu hanyalah simbolisme tanpa substansi?
Meskipun ada keraguan terhadap pemilu, perlu diingat bahwa demokrasi tetap merupakan sistem terbaik yang dapat kita miliki.
Namun, perlunya reformasi dalam proses pemilu menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa demokrasi benar-benar melayani kepentingan rakyat dan bukan hanya menjadi "ritual terkutuk" yang membayangi esensinya.