Taman Endog Sumedang Tunggal Ika
Jauh sebelum umat manusia diperbudak oleh paket data, Wi-Fi gratis, dan koneksi internet, Taman Endog atau taman telur ini merupakan sebuah tempat melepas tawa paling menyenangkan kedua setelah Rumah Sakit Jiwa.
Namun meski dinamakan taman endog Sumedang, bukan berarti di sekitarnya banyak telur, melainkan itu karena di tengah-tengah taman ini ada sebuah tugu yang sangat fenomenal. Oleh karenanya, sebagian orang menganggap kalau itu adalah bentuk daripada telur.
tugu taman endog |
Tapi ada juga lho pemirsa, sebagian dari masyarakat kota sumedang yang meyakini bahwasanya itu adalah bentuk kacang kedelai. Mungkin keyakinan tersebut muncul karena mengingat kota Sumedang sendiri dijuluki sebagai Kota Tahu.
Tapi jika gambar di atas kita perhatikan secara seksama dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, sepertinya itu bukanlah ke dua-duanya, bukan telur, dan bukan juga bentuk kacang kedelai rebus yang kaya akan kandungan manfaatnya.
Sebab, bangun ruang yang berbentuk elips tersebut memiliki rongga-rongga yang teramat sangat besar. Melihat faktanya seperti itu, tentu saja, pertanyaan yang akan muncul di benak kita semua adalah...
"Sejak kapan telur dan kacang kedelai memiliki rongga dan bentuk sebesar itu?"
Mungkin setelah membaca tulisan di atas, sebagian dari para pemirsa yang budiman merasa sedikit kebingungan dan bertanya-tanya dalam hati:
Mungkin setelah membaca tulisan di atas, sebagian dari para pemirsa yang budiman merasa sedikit kebingungan dan bertanya-tanya dalam hati:
"Jadi sebenarnya itu téh bentuk telur atau kacang kedelai Pak Haji?"
Tidak ada larangan bagi para pemirsa semua mau menganggapnya itu bentuk apa. Mau meyakini itu bentuk telur boleh, kacang kedelai juga boleh, mau menyebutnya onde-onde silahkan, mau menganggap itu bentuk onta arab silahkan,
bahkan jika pemirsa ingin menganggapnya itu bentuk perlawanan terhadap kompeni juga ya mangga saja. Yang penting, ikuti kata hati nurani masing-masing!
Namun terlepas dari itu semua, percaya atau tidak, hampir seluruh masyarakat kabupaten Sumedang mengenal tempat tersebut dengan nama Taman Endog.
Tapi meski kenyataannya demikian, tetap saja, sebagian dari para sopir angkutan umum lebih suka dan sudah terbiasa menyebutnya dengan kata Taman Telor.
Saya sendiri kurang tahu pasti alasan kenapa sopir angkot 01, 02, 03, 04, dan 07 yang sejatinya mereka adalah orang sunda asli lebih suka menyebutnya taman telor daripada Taman Endog.
Mungkin biar terlihat dan terdengar keren, atau takut ucapannya tidak dimengerti oleh para penumpangnya yang kebanyakan sama-sama orang sunda? Entahlah, hanya nasi goreng dan tempe mendoan yang tahu jawabannya.
Beberapa tahun yang lalu, selain pohon palem, kembang kertas, rumput teki, dan sampah, pedagang kaki lima pun tumbuh subur gemah ripah loh jinawi di sekitaran Taman Endog Sumedang.
Bahkan, tugu monumen endog yang disangga oleh dua tangan ini sempat tenggelam di tengah lautan pedagang kaki lima selama beberapa dekade.
Tapi alhamdulillah, setelah sekian lama terbengkalai, berkat adanya pelajaran rasa kepedulian pada buku PPKn, kini taman endog tidak sareukseuk seperti dulu lagi karena telah dibenahi dan diperbaiki. Jadi, sekarang taman endog sudah terlihat bengras dan sedap dipandang mata.
Berdasarkan keterangan dari almarhum kakek teman saya yang merupakan seorang pedagang kerupuk bangréng, dan sekaligus ikut andil dalam pembangunan Taman Endog di Sumedang, katanya Taman Endog tersebut dibangun pada masa pemerintahan Drs. H. Sutardja (bupati sumedang periode 1983-1993).
taman endog |
Berdasarkan keterangan dari almarhum kakek teman saya yang merupakan seorang pedagang kerupuk bangréng, dan sekaligus ikut andil dalam pembangunan Taman Endog di Sumedang, katanya Taman Endog tersebut dibangun pada masa pemerintahan Drs. H. Sutardja (bupati sumedang periode 1983-1993).
Jika pemirsa semua jeli pada sebuah tugu monumen Taman Endog ini, maka bisa dipastikan akan melihat sederet tulisan yang terpahat dengan apik seperti ini:
“Sumedang Tandang Nyandang Kahayang. Pembangunan berbagai sendi kehidupan adalah milik kita. Roda kehidupan terus berputar, yang terlahir demi pembangunan, menempuh perjalanan panjang, pembangunan takkan pernah berhenti, kehati-hatian itu adalah kata hati kita, langkah kitalah yang menopang gerak pembangunan, keberhasilan pun sempat kita jelang, tapi perlu kita jaga lir ibarat nanggeuy endog beubeureumna. Sumedang, 28 Oktober 1991. Tertanda, Drs. H. Sutardja"
Dari prasasti endog tersebut, tentu saja kita semua bisa mendapatkan sebuah keterangan bahwasanya Taman Endog Sumedang ini diresmikan oleh Drs. H. Sutardja pada tanggal 28 Oktober tahun 1991.
Kata abah saya, yang pada waktu itu ikut menyaksikan meriahnya peresmian Taman Endog Sumedang sambil berjualan es lilin, dalam pidatonya Pak Bupati mengatakan:
”Kudu dirawatan jeung dinangnanengne Sumedang teh, lir ibarat nanggeuy endog beubeureumna, bisi peupeus moal kaala.”
Di dalam kancah jagat tatar sunda, sesuatu yang teramat sangat berharga dan bernilai itu seringkali diibaratkan dengan sebutir kuning telur.
Jadi, maksud lir ibarat nanggeuy endog beubeureumna di sini adalah kota Sumedang itu harus dirawat dengan sebaik-baiknya, dijaga, dicintai, dan disayang-sayang, seperti layaknya kita sedang membawa sebutir kuning telur di atas telapak tangan.
Jadi, jangan sampai terjatuh, karena itu akan mengakibatkan semuanya hancur dan terbuang sia-sia. Mungkin itulah sedikit pesan yang ingin disampaikan oleh tugu monumen endog tersebut kepada seluruh masyarakat di kota Sumedang.
Oleh karena itu, dengan melakukan hal-hal kecil seperti tidak membuang sampah sembarangan, tidak berbuat kerusakan, tidak membongkar pagar kayu pembatas pacuan kuda untuk dijadikan kusen pintu atau dijual, tidak korupsi, dan tidak mencuri properti atau aset-aset milik pemerintah lainnya, secara tidak langsung kita sudah turut serta dalam menjaga dan merawat kota Sumedang.
Di sisi lain, menurut penuturan para sesepuh kota Sumedang yang mengetahui tentang "Wawacan Endog Sapatalang" (wawacan = cerita, endog = telur, sapatalang = serangkaian), sebutir endog tersebut diibaratkan sebagai calon alam semesta.
Secara keseluruhan, inti dari wawacan endog sapatalang yang sudah ada sejak zaman dahulu kala di kota Sumedang ini menceritakan tentang proses penciptaan alam semesta yang berawal dari sebuah cahaya, yang kemudian menggumpal, lalu memadat ibarat sebutir telur.
Hingga pada akhirnya, sebutir telur tersebut terpecah menjadi beberapa bagian. Dan dari serpihan-serpihan itulah, langit, planet, matahari, bulan, bintang, dan lain sebagainya mulai tercipta.
Seperti yang sudah kita ketahui, di dalam sebutir telur itu terdapat beberapa bagian, yakni; Kuning telur, putih telur, selaput pembungkus putih dan kuning telur, serta selaput yang menempel langsung ke kulit atau cangkang telur.
Dari bagian-bagian telur tersebut tentu saja, berdasarkan wawacan endog sapatalang, dalam setiap bagiannya memiliki pengibaratan masing-masing.
Seperti halnya kuning telur. Kuning telur sendiri, diibaratkan sebagai alam dunia yang sedang kita huni sekarang ini untuk sementara waktu.
Sedangkan untuk putih telurnya, diibaratkan sebagai alam jin dan sebangsanya. Sementara, untuk selaput pembungkus putih dan kuning telur, diibaratkan sebagai alam ghaib.
Untuk selaput yang menempel langsung pada cangkang cangkang atau kulit telur, itu diibaratkan sebagai alam malaikat.
Setelah mendengar cerita sejarah seperti itu, Menurut saya, sebagai seorang petani yang tinggal di pedesaan, sepertinya wawacan endog sapatalang tersebut bukanlah hanya sekedar dongeng sesudah tidur, cerita kaleng-kaleng, atau karangan belaka.
Sebab, di suatu kesempatan, tepatnya pada tahun 2002 dalam rangka acara Maulid Nabi, saya pernah mendengar ceramah dari KH. Muhammad Muhyiddin Abdul Qodir Al Manafi; Bahwa seluruh alam semesta ini diciptakan dari nurnya Rosullulloh Muhammad S.A.W.
Maka dari itu, kita yang sebagai umatnya, sangat keliru jika hanya melihat keagungan Nabi Muhammad S.A.W itu hanya dimulai dari semenjak beliau dilahirkan ke alam dunia saja.
Di masa keemasannya, sekitar era 90an, Taman Endog ini menjadi salah satu ruang terbuka hijau yang paling ramai dikunjungi manusia.
Setiap malam menjelang hari libur, orang-orang dari berbagai sudut kota Sumedang akan berbondong-bondong merangkak dan merayap mendatangi tempat tersebut dengan perasaan riang dan gembira.
Sebelum malam berubah menjadi larut, semua partisi taman akan dipenuhi oleh segerombolan orang dengan berbagai macam aktifitasnya masing-masing.
Beberapa di antaranya ada yang duduk sambil membaca komik Tatang S, mengisi teka-teki silang, mengunyah permen karet yosan, ngobrol santai sambil menikmati semangkok mie sakura, ngemil
kripkrip, makan anak mas, minum gatorade,
membagi-bagikan butiran pagoda pastiles, main tamagotchi, main beklen (bekel), main tazos, main yoyo, main gambaran, main ludo, main ular tangga, dan ada juga yang main tetris sambil memakai kacamata 3 dimensi.
Di samping itu, ada juga sebagian kelompok yang mengamalkan permainan-permainan tradisional seperti ucing pris (bentengan), galah asin, galah manis, boyboyan, petak umpet, babadugan (engklek), oray-orayan (ular naga),
sorodot gaplok, kasti, jeblag panto, ucing kup, ucing beling, ucing dongko, main egrang, congkak, main pletokan, gagarudaan (ABC 5 dasar), lompat tali, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Selain para pengunjung, pedagang aromanis (rambut nenek), pedagang gulali, tukang sewa gimbot keliling, tukang es serut, es goyang, es gabus, dan pedagang kue putu juga ikut memadati zona kebahagiaan sederhana tersebut.
Di tengah riuhnya suara gelak tawa, obrolan, serta teriakan orang-orang sekitar, seringkali dari kios-kios penjual kaset pita yang ada di pinggir jalan terdengar lagu bukan pujangga (base jam), bintang (air band), dunia belum berakhir (shaden), jangan-jangan (DOT), bebas (Iwa K), tenda biru (Desi Ratnasari), mungkinkah (stinky), dan la copa de lavida (Ricky Martin) yang seakan melengkapi kehangatan suasana pada setiap malamnya di Taman Endog.
kaset pita |
Keramaian di taman seperti itu biasanya akan berlangsung selama beberapa jam. Dan setelahnya, tiap-tiap rombongan akan balik kanan lalu membubarkan dirinya sendiri untuk bersiap pulang menuju daerah tempat tinggalnya masing-masing.
Bubarnya sekelompok orang di Taman Endog Sumedang tidak hanya dipengaruhi oleh faktor kelelahan saja akibat terlalu antusias, tapi dipengaruhi juga oleh jam tayang acara spontan uhuy, si doel anak sekolahan, layar emas, friday the 13th, Star Trek, Tak Tik Boom, Renegade, Robin Hood, Kungfu The Legend Continues, MacGyver, Gerhana, Baywatch, BA-SHO, Serie A, Tai Chi Master, Bella Vista, Rambo, dan dunia dalam berita yang kala itu menjadi tontonan favorit sejuta umat.
Mungkin saat ini, bentuk denah dan atmosfer di Taman Endog sudah tak lagi sama dengan pada masa keemasannya. Tapi walaupun demikian, semoga the new Taman Endog Sumedang bisa kembali berjaya seperti dulu.
si manis jembatan cipélés sedang nyeuseuh di sungai endog |
Demikianlah postingan untuk hari ini, Akhir kata, saya ingin mengucapkan "Jayalah Taman Endog Sumedang!"
Terima Kasih Kepada:
Taman endog sumedang, alun-alun sumedang, cadas pangeran sumedang, cipanas sumedang, hotel di sumedang kota, wisata kota sumedang, hotel sumedang kota, hotel di kota sumedang,
penginapan murah di sumedang kota, hotel murah di sumedang kota, wisata sumedang kota, penginapan di sumedang kota, wisata di kota sumedang, tempat wisata di kota sumedang, tempat wisata kota sumedang,
hotel daerah sumedang kota, harga hotel di sumedang kota, hotel di pusat kota sumedang, pemandangan kota sumedang, hotel murah sumedang kota, harga penginapan cipanas sumedang,
angkrek sumedang, kosan daerah angkrek sumedang, jual rumah di angkrek sumedang, perumahan angkrek regency sumedang, dan @holidincom.